Belum hilang dari ingatan kita ketika
lima belas nyawa melayang pada 16 Juni 2003 akibat terjadinya tabrakan antara
kereta api (KA) dan bus pada perlintasan KA di daerah Gemolong, Sragen. Pasca
tragedi tersebut, kecelakaan KA dengan kendaraan umum terus-menerus terjadi.
Keselamatan perkeretaapian merupakan aspek yang amat krusial dalam
pengoperasian kereta api (KA). Malfungsi terhadap pengoperasian perkeretaapian
akan mengakibatkan banyak terjadinya kecelakaan yang amat fatal dan potensial
merenggut nyawa manusia. Persimpangan antara jalan raya
dengan jalan rel KA merupakan fenomena yang unik dalam dunia
transportasi, sebab masing-masing moda transportasi tersebut memiliki sistem
prasarana yang berbeda, dioperasikan dengan sistem sarana yang berbeda pula,
penanggung jawab dan pengelolanya juga berbeda. Kedua moda transportasi dengan
karakteristik yang berbeda tersebut bertemu di persimpangan/pintu perlintasan (level crossing) sehingga daerah
tersebut memiliki risiko tinggi bagi semua perkeretaapian di dunia. Potensi terjadinya kecelakaan yang
disebabkan oleh perkeretaapian yang operasinya tidak dapat dikontrol merupakan
"sebagian permasalahan", sedangkan "sebagian permasalahan"
lainnya yaitu kendaraan jalan raya dapat dikatakan tidak sepenuhnya mampu
dikontrol oleh satu entitas. Meskipun aturan-aturan lalu lintas dan standar
desain jalan raya dianggap sudah cukup mapan, namun pergerakan pengguna jalan
raya tidak diorganisasi dan dipantau oleh satu entitas spesifik yang sangat
ketat seperti halnya pergerakan KA. Kecelakaan pada pintu perlintasan KA tidak
hanya dapat mengakibatkan tewas atau terluka serius bagi para pengguna jalan
raya atau penumpang KA. Tetapi juga memberikan beban finansial yang berat
akibat kerusakan harta benda dan armada serta terhentinya pelayanan KA dan
kendaraan jalan raya. Di Indonesia sepanjang tahun 2002,
telah terjadi sejumlah 231 kali kecelakaan KA, terdiri atas tabrakan antara KA
dengan KA 6 kali, tabrakan antara KA dengan kendaraan jalan raya di pintu
perlintasan (58), KA anjlok/terguling (69), kecelakaan KA akibat banjir/longsor
(12), dan kecelakaan lain-lain (86). Kecelakaan KA tersebut telah merenggut 76
nyawa meninggal, 114 orang luka berat dan 58 orang luka ringan. Kecelakaan pada
pintu perlintasan mencapai 25,11% dari keseluruhan kecelakaan KA. Dari sejumlah
8.370 pintu perlintasan di Jawa dan Sumatera, yang dijaga 1.128 (13,48%) dan
tidak dijaga 7.242 (86,52%). Survei yang dilakukan oleh sebuah
badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa
perkeretaapian Indonesia bersama Vietnam, Thailand, dan Bangladesh memiliki
kepadatan pintu perlintasan yang tinggi, persentase proteksi pada pintu
perlintasan masih rendah, dan tingkat kecelakaan tinggi. Sementara
perkeretaapian India dan Iran memiliki proporsi tinggi pada pintu perlintasan
yang dijaga, memiliki kinerja yang baik pada aspek keselamatan di pintu
perlintasan, tingkat kecelakaan dan korban juga relatif rendah. PT Kereta Api (PT KA) sebagai operator
prasarana perkeretaapian memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa operasi KA
dapat terlindungi dari pelanggaran oleh pengguna jalan raya pada pintu
perlintasan. Meskipun kenyataannya di Indonesia dan banyak negara lain,
undang-undang memberikan prioritas terlebih dahulu untuk melintas kepada KA
daripada pengguna jalan raya pada perlintasan sebidang. Pemerintah (cq
Departemen Perhubungan/Dephub) sebagai regulator dan pemilik prasarana pokok,
selain memikul beban finansial untuk menyediakan proteksi pada pintu
perlintasan dan bertanggung jawab dalam membuat regulasi. juga bersama instansi
terkait lainnya berkewajiban mendidik pengguna jalan raya untuk bertindak dan
menggunakan pintu perlintasan dengan aman.
0 comments:
Post a Comment