STRUKTUR BAJA

 a.       PENGENALAN BAJA.
Sampai sekitar tahun 1960 sebagian terbesar bangunan-bangunan di USA memakai baja konstruksi Carbon Steel yang menurut ASTM (American Society for Testing Materials) ditandai dengan A7 yang mempunyai minimum yield stress 33 ksi (1 ksi = 1.000 psi). Selain itu masih ada baja konstruksi lainnya, seperti Low-alloy (A242) yang tahan terhadap karat dan baja yang lebih mudah dilas yaitu A373, tetapi baja-baja ini jarang dipakai untuk bangunan gedung. Biasanya baja semacam ini dipakai untuk jembatan. Perencana, biasanya menghendaki baja yang dapat mempertinggi tegangan (strength) daripada penambahan ukuran bahan.
Beberapa baja konstruksi sekarang ada yang tahan terhadap korosi. Baja semacam ini dapat mengadakan oxidasi untuk membentuk lapisan penahan yang padat yang dapat menghalang-halangi oxidasi lebih lanjut. Dengan demikian mungkin lebih murah, walaupun harga pasti lebih tinggi dari baja biasa, namun tidak perlu biaya pemeliharaan yang terus menerus seperti halnya pada baja biasa selalu diadakan pengecatan lagi untuk menghalang-halangi karat yang akan terjadi.
Untuk keperluan disain dipakai Yield Stress untuk mendapatkan allowable unit stress (tegangan ijin) dari berbagai type dari batang yang dibebani.
Dalam baja I ini hanya dibahas pada keadaan elastis untuk mendisain. Istilah Yield Stress tegangan yang terjadi pada Yield Point dalam PPBBI disebut tegangan leleh (σl). Ada juga yang menyebut Yield Strength.
Yield Stress = Yield Strength, apabila ditinjau hanya sampai batas keadaan elastis. Dalam tahun 1971 telah digunakan baja dengan Yield Stress dari 24 ksi sampai 100 ksi.

b.      CARBON STEEL
Carbon Steel adalah baja yang terdiri dari elemen-elemen yang prosentase maximumnya sebagai berikut selain besinya:
§  1.70 % carbobn
§  1.65 % manganese
§  0.60 % silicon
§  0.60 % copper
Carbon dan Manganese adalah bahan pokok untuk meninggikan tegangan (strength) dari besi murni. Baja dikategorikan berdasarkan material, ialah dari Ingot Iron (besi bongkah) tanpa Carbon sama sekali, sampai Cast Iron (besi tuang) yang mempunyai Carbon yang sekurang-kurangnya 1,70%. Baja ini dibagi menjadi 4 kategori (berdasarkan carbon yang dikandung):
1.      Low carbon (mengandung carbon kurang dari 0,15%)
2.      Mild carbon (mengandung carbon 0,15% - 0,29%)
3.      Medium carbon (mengandung carbon 0,30% - 0,59%)
4.      High carbon (mengandung carbon 0,60% - 1,70%)
Structural carbon steel (baja carbon untuk konstruksi) adalah termasuk kategori Mild Carbon.
Penambahan prosentase carbon mempertinggi Yield Stress tetapi mengurangi duktilitasnya (ductility). Pengurangan duktilitas akan menambah problema-problema terhadap pengelasan. Pengelasan yang ekonomis dan memuaskan bila baja mengandung carbon tidak lebih dari 0,30 %.  A36 : Structural Steel (Fy = 36 ksi) ≈ 2500 kg/cm2. Baja konstruksi ini menggantikan A7 sejak tahun 1960. Baja A36 mempunyai carbon maksimum antara 0,25% - 0,29%. A36 dibatasi sampai dengan tebal 8 inch, bila lebih tebal 8 inch mempunyai min Fy = 32 ksi ≈2200 kg/cm2. A36 biasanya merupakan pilihan terbaik, bila ratio strength-to weight adalah tidak penting dan yang diinginkan ialah besarnya kekakuan (stiffness). A36 mudah dilas dan dibout. Umumnya A36 ini banyak dipakai pada konstruksi bangunan dan jembatan di USA. Perbandingan Antara A36 Dengan Bj 37, Perlu diketahui yang dimaksud dengan A36 ialah mempunyai tegangan leleh σl = 36 ksi, sedangkan Bj 37 mempunyai tegangan ultimate σu = 37 kg/mm2 = 3700 kg/cm2 (σu = tegangan ultimate).
Perbandingan diagram tegangan regangan antara kedua macam baja ini dapat dilihat sebagai berikut:
Di Indonesia umumnya baik pada bagunan gedung maupun jembatan, banyak dipakai Bj 37 ini. Jelasnya A36 mempunyai σl = 36 ksi dan Bj 37 mempunyai σu = 37 kg/cm2.
Jadi AISC berdasarkan tegangan lelehnya, sedangkan Bj 37 berdasarkan tegangan ultimatenya. Ditinjau diagram tegangan regangan dari A36
Penjelasan stress-strain curve :
Gambar 1.2: Adalah diagram tegangan-regangan carbon steel A36 dari dan batang yang ditarik aksial
Gambar 1.3:
§  Untuk batang yang ditekan aksial hasil diagram tegangan-regangannya akan sama dengan yang ditarik aksial, asalkan pengaruh tekuk batang dihilangkan dengan memberikan penahan-penahan terhadap melekuknya batang.
§  Dalam percobaan batang tarik, dengan menambah beban terus menerus sampai batang patah, hasil diagram tegangan-regangannya dapat dilihat seperti Gambar 1.2.
§  Batang ditarik sampai mencapai yield point (titik leleh) dengan tegangan lelehnya sebesar Fy = 36 ksi.
§  Setelah mencapai titik leleh, tegangan (stress) tidak berubah besarnya, tetapi regangannya (strain) bertambah sampai mencapai εst = 0,014 (strainhardening strain).
§  Dari stress 0 – 36 ksi merupakan garis lurus dengan slope:
§  Dibandingkan dengan Bj 37 mempunyai E = 2.100.000 kg/cm2.
§  E disebut Modulus Elastis = Young’s Modulus. Umumnya untuk semua mutu baja mempunyai E yang sama. Selama tegangan yang terjadi belum mencapai Fy = 36 ksi bila beban dilepas, batang akan kembali seperti semula (panjang batang tidak berubah, tidak ada residual strain tidak ada pertambahan panjang yang tinggal (sesuai dengan Hukum Hooke). Ini berarti bahwa batang dalam keadaan Elastis. Daerah antara strain = 0 dan mask elastis strain merupakan daerah elastis (Elastic range).
§  Setelah mencapai stress = 36 ksi, tegangannya (stress) akan tetap tidak berubah, tetapi strainnya (ε) bertambah sampai mencapai εst = 0,014 (εst = Strainhardening strain). Daerah ini disebut daerah plastis (plastic range).
§  Di sini terjadi strain hardening modulus (Est). Est = tg β = 900 ksi. Kemudian naiknya tegangan dan regangan tidak lagi berbanding lurus melainkan merupakan lengkungan hingga mencapai tegangan ultimate (ultimate tensile strength). Lihat Gambar 1.2. Tetapi di sini batang masih belum patah, karena masih ada kemampuan ulurnya dan batang baru patah setelah mencapai ε = 0,35,. Daerah melebihi εst = 0,014 disebut strain hardening range.




c.       DUCTILITY (DAKTILITAS)
Daktilitas dapat didefinisikan sebagai banyaknya permanent strain. Untuk baja A36 misalnya mempunyai daktilitas sebanyak strain sampai batang patah. Daktilitas adalah penting, karena ia mengijinkan locally high stress (konsentrasi tegangan) untuk didistribusikan. Prosedur perencanaan selalu didasarkan atas ultimate strength behaviour yang membutuhkan kesatuan daktilitas yang besar, terutama untuk memperbaiki tegangan-tegangan dekat lubang atau perubahan yang mendadak pada bentuk batang seperti untuk perencanaan sambungan.

d.      STRAIN HARDENING

Gambar 1.4 :
-          Menunjukkan kelakuan baja secara idealisasi. Diagram tegangan-regangan ini disebut Engineering stress strain curve.
-          Selama pembebanan hanya sampai σl, maka bila beban dilepaskan batang akan kembali seperti keadaan semula (kembali ke titik 0). Batang dalam keadaan elastis.
-          Bila beban telah melampaui yield point dan saat ke titik A beban dilepas, maka akan ada strain tinggal (residual strain) sebesar OB.
-          Dalam keadaan ini kapasitas daktilitasnya berkurang menjadi sebesar BF. Pembebanan kembali memperlihatkan kelakuan seperti stress-strain mula-mula tadi, tetapi dengan permulaannya ialah titik B, sehingga daerah plastis yang mendahului strain hardening juga berkurang.
-          Jika batang dibebani lagi (mulai dari B) hingga mencapai titik C, pembebasan beban kemudian mengikuti garis strip-strip CD sampai titik D.
-          Sebagai pengaruh strain hardening, menunjukkan titik leleh (yield point) C dengan σl yang lebih besar dari σl mula-mula. Titik C adalah strain hardening yield point. Dalam hal ini kapasitas daktilitas tinggal sebesar DF.
-          Tampak bahwa proses pembebanan di luas elastic range menyebabkan perubahan pada daktilitasnya.

e.       COLD WORK
Proses pembebanan di luar elastic range menyebabkan perubahan dalam daktilitasnya yang berguna, jika digunakan dalam temperatur atmosfir. Proses semacam ini dikenal sebagai Cold Work. Bila dari suatu pelat dibuat bentuk struktur dengan cold forming pada temperatur atmosfir, maka akan terjadi inelastic deformation (residual strain) pada pembengkokan. Cold forming dalam strain hardening range pada lokasi bengkokan menambah yield strength, yang dalam design boleh diperhitungkan misalnya Light-Gage Steel.
f.        STRAIN AGING
Mengenai strain aging ini dapat dilihat gambar berikut:
-          Tampak bahwa pertambahan dalam strength diperoleh dengan bahaya tilitasnya. Dengan hilangnya batas yield point yang orisinil (yield point C), terbentuk yield point yang baru (yield point C) disertai tegangan yang konstan dari plastic range yang baru.
-          Setelah pembebasan beban hingga mencapai titik D, setelah dibiarkan beberapa waktu, dengan pembebanan kembali (mulai titik D), maka akan mendapatkan data-data yang berlainan seperti yang digambarkan oleh titik D, C dan E pada Gambar 1.4, dengan fenomena yang dikenal sebagai strain aging.
-          Strain aging seperti terlihat pada Gambar 1.5 menghasilkan tambahan kenaikan yield point, memperbaharui daerah plastic dengan stress yang konstan dan memberikan daerah strain hardening yang baru dengan stress (tegangan) yang menanjak.
-          Tampak bentuk stress-strain diagram yang asli diperbaharui, tetapi daktilitasnya dikurangi (menjadi DF).
-          Stress-strain diagram yang baru ini dapat dipakai seperti keadaan yang orisinil untuk analisa cold-formed section, selama daktilitas yang tinggal adalah cukup.
-          Daerah-daerah sudut pembengkokan pelat dari cold formed shapes (A, A′, B dan B′) tidak memerlukan daktilitas yang besar untuk rotational strain terhadap sumbu dari pembengkokan.

g.      THOUGHNESS DAN RESILIENCE
Toughness dan resilience adalah ukuran dari kemampuan baja untuk menghisap mechanical energy. Besaran ini dapat diperoleh dari tension test curve pada Gambar 1.2.
Resilience : menunjukkan elastic energy absorb (tenaga penyerap elastis) dari bahan. Kadang-kadang ditunjukkan sebagai modulus of resilience. Resilience adalah banyaknya elastic energy yang dapat ……. oleh satu satuan volume dari bahan yang ……. tarikan = luas daerah stress-strain diagram …….. yield stress (luas bagian yang diarsir = A).
h.      FRACTURE (RETAK)
Jika temperatur berkurang yield stress dan tensile strength dari baja konstruksi umumnya naik. Sebaliknya, daktilitas berkurang dengan berkurangnya temperatur. Biasanya pada temperatur di bawah mana benda uji mengalami tensile stress (tegangan tarik), dapat mengakibatkan facture by cleavage. Di sini tampak hanya sedikit atau tidak ada sama sekali plastis deformasi. Hal ini berlawanan dengan terjadinya shear failure yang biasanya didahului sejumlah deformation.
Fracture yang terjadi oleh cleavage biasanya ditunjukkan sebagai brittle failures dan ditandai oleh penyebaran retak-retak (cracks) pada kecepatan yang sangat tinggi. Di sini sedikit kenyataan adanya plastic flow yang tampak dan sering tampak fracture surface-nya merupakan granular (butir-butir) kecuali pada bagian yang tipis sepanjang tepinya (Gambar 1.7c).
Brittle fractures dapat terjadi pada tegangan yang relative rendah yang disertai lain-lain kondisi tertentu seperti:
1.      FLAW (a fatique crack or fabrication crack due punched holes, etc.)
2.      Tegangan tarik dengan intensitas yang cukup untuk menyebabkan deformasi kecil pada retak atau pada notch tip (ujung takikan)
3.      Baja dengan toughness yang rendah yang menimbulkan cleavage fracture pada ujung takikan (a …. service temperature will further aggravate (menyulitkan) this condition)
Untuk mengerti brittle fracture, orang harus melihat pada pengaruh dari Stress Concentrations disertai oleh constraints (paksaan) yang mencegah plastic distribution dari tegangannya. Keadaan ini terdapat pada batang yang ditakik yang dibebani secara axial seperti gambar berikut:
Pengaruh stress concentration dari nocth atau crack tip menyebabkan longitudinal stresses yang tinggi pada puncak dari notch dan longitudinal stress yang lebih rendah pada material yang berdekatan. Lateral contraction (pengerutan lateral) pada arah lebar dan tebal dari material yang bertegangan tinggi pada ujung notch, ditahan oleh pengerutan lateral yang lebih kecil dari material yang bertegangan lebih rendah (lower stressed material). Akibatnya, tensile stresses yang terjadi dalam arah lebar dan tebalnya (σx dan σz) sedemikian sehingga triaxial state of stress yang besar terdapat dekat crack ……… Dalam keadaan ini terjadilah cleavage atau brittle type failure. Biasanya Charpy V-notch test digunakan untuk mengevaluasi sifat mudah terpengaruh (suspectibilty) dari baja oleh brittle fracture. Perhatian yang khusus harus diarahkan …. design dan fabrication details dari pemasangan sambungan sedemikian, hingga brittle fractures dapat dihindari. Salah satu dari detail yang kritis pada konstruksi dengan baut dan paku keling adalah lubangnya. Memukul lubang menyebabkan strain aging dan work hardening dari bahan sekeliling lubang. Dapat terjadi minute cracks radiating dari lubang dan pada takikan daerah yang mempunyai tegangan tarik yang tinggi. Untuk mengeliminir titik-titik potensial dalam crack ini, lubang yang dipukul harus diperbesar untuk menghilangkan work-hardened material, jika kemungkinan dapat terjadi brittle fracture di bawah service load.
i.        FATIQUE (LELAH)
Banyak bagian-bagian konstruksi harus memikirkan beban berulang yang cepat. Dari pengalaman menunjukkan bahwa bagian-bagian konstruksi dan sambungan-sambungannya dapat hancur akibat fatique atau pertumbuhan crack yang stabil, meskipun tegangan max yang terjadi masih lebih kecil dari yield stress.
Umumnya kehancuran fatique (fatique failure) bisa terjadi walaupun nominal cyclic stress dalam bahan adalah jauh lebih rendah daripada elastic limit. Failure semacam ini umumnya menunjukkan sedikit kenyataan adanya deformasi. Karena kurang adanya deformasi ini, maka fatique crack sukar untuk dideteksi sampai pertumbuhan crack (crack growth) sungguh-sungguh terjadi. Fatique fracture surface umumnya menunjukkan penampilan dengan tiga daerah yang berbeda sebagai berikut:
Daerah pertama mempunyai permukaan yang halus (smooth surface) sesuai dengan slow stable growth (pertambahan secara lambat dari crack yang stabil). Daerah kedua adalah lebih kasar texture-nya, di mana jarak dan rata-rata growth-nya dari pusat fatique crack bertambah. Daerah ketiga adalah fatique terakhir yang mungkin brittle atau ductile, tergantung keadaan.


h.      TEGANGAN RUANG
Dalam kebanyakan struktur design, yielding dalam struktur yang sebenarnya adalah tidak seperti benar-benar yang terlihat pada tingkah laku dalam percobaan tarikan. Ditinjau dalam keadaan ruang, tegangan idealnya dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
i.        POISSON’S RATIO
Jika tegangan dipakai dalam satu arah, strain yang disebabkan tidak hanya dalam satu arah tegangan yang dipakai tetapi juga terjadi pada dua arah yang lain, yang tegak lurus arahnya.
Harga μ yang biasa dipakai ialah diperoleh dari uniaxial stress condition, di mana merupakan ratio antara strain yang tegak lurus dengan strain yang searah beban. Untuk baja konstruksi, Poisson’s ratio-nya ≈ 0,3 dalam elastis range dan ≈ 0,5 dalam plastis range.

j.        MODULUS OF ELASTICITY – SHEAR (Modulus Gelincir)
Pembebanan dalam geser murni menghasilkan stress strain curve dengan bagian garis lurus yang kemiringan menunjukkan modulus elastisitasnya. Jika Poisson’s ratio μ dan modulus elastisitas tarik tekan E diketahui maka shear modulus G dibatasi oleh theory of elasticity sebagai berikut:
Dimana untuk baja konstruksi berdasarkan AISC adalah sekitar di atas 11.000 ksi ≈ 773.300 kg/cm2. Menurut PPBBI = 0,81 x 106 kg/cm2 = 810.000 kg/cm2
Sifat-sifat dan tegangan yang diIjin di PPBBI 1984 sebagai berikut :
Tegangan geser yang diijinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan 0,58 kali tegangan dasar :














0 comments:

Post a Comment